Sabtu, 29 November 2014

Contoh pelanggaran etika bisnis dalam kejahatan korporasi terhadap kasus Wisma Atlet

Pemberantasan korupsi sangat penting bagi keberlangsungan suatu Negara mengingat korupsi bisa menimbulkan permasalahan yang serius bagi Negara karena membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat. Korupsi bisa merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas serta membahayakan pembangunan social, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu, korupsi menjadi issu penting bagi setiap pemimipin Negara-negara maju dalam setiap agenda politiknya, agar mendapat dukungan baik dari rakyat maupun partai politik. Supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih, dalam suatu Negara hukum merupakan salah satu kunci berhasil tidaknya pemerintahan umum dan pembangunan di berbagai bidang. Penegakan hukum kasus korupsi perlahan juga menunjukkan kemajuan secraa kualitas, dengan dibongkarnya kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan tokoh elit politik maupun melibatkan korporasi. Misalnya itu pada kasus Wisma Atlit.Kasus Wisma Atlit menjadi hangat dibicarakan karena melibatkan Nazarudin, yang merupakan bendahara umum Partai Demokrat, sehingga memunculkan dugaan bahwa korupsi tersebut berkaitan dengan pemenangan pemilu legislative dan pemilu presiden tahun 2009. Dalam melakukan yang merugikan keuangan Negara tersebut, tentunya Nazaruddin tidak bekerja sendiri. Menurut penulis, ada suatu piranti atau tool of crime yang digunakan Nazaruddin untuk mencuri uang Negara, yaitu : Pertama, ada proyek yang digunakan untuk pengucuran keuangan Negara. Kedua, ada organisasi yang digunakan untuk manajemen korupsi. Ketiga, adanya dukungan birokrasi yang berupa aturan atau kebijakan, dan Keempat, ada korporasi yang digunakan untuk pengerjaan proyek tersebut. Sehingga korupsi yang dilakukan Nazaruddin terlihat terstruktur dan termasuk dalam kategori grand korupsi.Namun, yang perlu digaris bawahi, hingga saat ini penegak hukum belum menindak lanjuti korporasi jahat yang telibat dalm pidana itu, sehingga dikhawatirkan bisa merusak kewibawaan Negara, sebab Negara tidak berdaya melawan korporasi.Dalam kajian teoritis, koruptor bukan hanya dihukum tetapi juga dibongkar modus operandil dan sindikasinya sehingga dari situ dapat ditemukan formula yang tepat untuk mencegah korupsi, serta penegakan hukum yang telah dilakukan nantinya akan lebih adil dan memberi manfaat bagi rakyatnya.Clinard dalam Koesparmono mengatakan, bahwa kejahatan korporasi adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh korporasi yang dapat dihukum oleh Negara, tanpa mengindahkan apakah dihukum beradasarkan hukum administrative , hukum perdata atau hukum pidana. Korupsi Wisma Atlit terbongkar setelah dilakukan penyadapan oleh tim penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan diketahui kronologis kasus ini sebagai berikut : Nazaruddin selaku anggota DPR RI telah mengupayakan agar PT Duta Graha Indah Tbk menjadi pemenang mendapatkan proyek pembangunan Wisma Atlit dengan mendapat jatah uang  sebesar Rp. 4.34 miliar dengan nilai kontrak senilai Rp. 191.672.000.000 jatah Nazarudin diberikan dalam bentuk empat lembar cek dari PT DGI yang diberikan oleh Idris. Idris mempunyai tugas mencari pekerjaan (proyek) untuk PT DGI bersama-sama dengan Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT DGI. Nazaruddin sendiri bertemu dengan Sesmenpora Wafid Muharam dengan ditemani oleh anak buahnya Rosa. Singkat cerita, setelah mengawal PT DGI Tbk untuk ikut serta dalam proyek pembangunan Wisma Alit, Rosa dan Idris membahas rencana pemberian success fee kepada pihak-pihak yang terkait dengan pekerjaan pembanguna Wisma Atlet.            Korupsi Wisma Atlet merupakan kejahatan white-color crime dimana pelaku-pelakunya merupakan orang yang cerdik pandai dan bukan orang miskin. Istilah white color crime pertama kali dikemukakan oleh Sutherland, yang merujuk pada pelaku kejahatan dengan tipe pelaku yang berasal dari orang-orang social ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran-pelanggan terhadap hukum.Korporasi yang melakukan kejahatan korupsi melakukan praktek-praktek illegal sebagai sarana untuk melakukan korupsi, misalnya dengan melakukan penyuapan kepada pejabat Negara. Kejahatan-kejahatan tersebut sulit untuk diketahui oleh masyarakat karena memang kejahatan yang terselubung dan dibungkus dengan aturan-aturan yang bisa dicari alasan pembenarnya. Kejahatan tersebut baru bisa diketahui bila ada orang dalam yang membocorkannya kepada public. Kemudian penegak hukum melakukan penyelidikan dengan melibatkan auditor keuangan, sehingga kejahatan tersebut menjadi terang.Berdasarkan sumber yang telah diperoleh, kasus Wisma Atlit dilakukan secara terstruktur dalam wadah perusahaan dan melibatkan penyelenggara Negara. Kasus penyuapan yang terjadi merupakan upaya memuluskan agar tender jatuh kepada perusahaan tertentu. Semua rumusan unsur dalam definisi kejahatan  singkron dengan kejahatan korupsi Wisma Atlit dengan pertimbangan sebagai berikut : Pertama, tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan atas  nama korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain dalam lingkup perusahaan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri atau bersama-sama. Pemikirannya adalah bahwa proyek tersebut merupakan proyek besar yang memakan biaya seniali Rp. 191.672.000.000 yang tidak mungkin struktur tertinggi dalam korporasi tidak mengetahui jika PT DGI bagi-bagi suap Wisma Atlet. Bukan hanya itu, fakta lain yang mendukung tuduhan itu adalah cek yang diberikan PT DGI kepada pihak-pihak terkait pemenagan tender termasuk yang diberikan kepada Wahid Muharam yang ditandatangani bagian keuangan PT DGI.Kemudian unsur Kedua, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi dan atau pengurusnya dapat diterapkan dalam kasus ini. Mengacu pada asumsi demikian, dapat dikenakan pidana berdasarkan rumusan delik KUHP atau dengan UU KPK sesuai dengan perannya masing-masing. Kemudian untuk korporasi yang terlibat dapat dijatuhi sanksi sesuai atauran dan kejahatan korporasi misalnya digugat perdata ataupun penutupan operasional perusahaan. Sehingga, seharusnya KPK tidak memeriksa para saksi dan tersangka kasus suap Wisma Atlet dalam kapasitas sebagai individu, tetapi sebagai pengurus korporasi agar korporasi juga bisa dijatuhi sanksi karena bentuk penjatuhan sanksi kepada korporasi yang merupakan bagian control pemerintah kepada korporasi.Dalam konteks Negara, seharusnya keseriusan Negara dalam memberantas korupsi jugaharus dipertanyakan, diamna kejahatan tersebut banyak melibatkan penyelenggara Negara serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara yang kerap membuat terjadinya korupsi. Hal ini mengisyaratkan bahwa negeri ini belum mampu membuat regulasi dan system yang kebal terhadap korupsi. Namun menurut Romany, seharusnya Negara dengan kekuasan politiknya bisa menjamin terselenggaranya kebijakan dan kinerja yang effektif bersih, bukan sebaliknya melalui pejabat publiknya dan jajarannya bertindak melawan hokum dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Kendati demikian, Negara bukan termasuk korporasi yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban layaknya korporasi, namun pejabat-pejabatnya yang terkait kejahatan bisa dipidana.
Kesimpulan :        Kejahatan korupsi merupakan extra-ordinary crime, berdasarkan efek yang ditimbulkannya. Sehingga pemberantasan korupsi tidak hanya terbatas kepada menghukum koruptor saja, melainkan juga harus dibongkar modus operandi dan sindikasinya sehingga dari situ dapat ditemukan formulanya yang tepat untuk mencegah korupsi, serta menindak korporasi yang terlibat. Sehingga supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih, dalam suatu negara hukum yang merupakan salah satu kunci berhasil atau tidaknya suatu Negara dapat dicapai . Pendapat Saya :            Kejahatan korupsi Wisma Atlet masuk dalam kategori kejahatan korporasi. Oleh karena itu, penanganannya tidak cukup kepada individu-individu yang melakukan pidana melainkan kepada perusahaan yang terlibat dalam praktek tersebut harus dikenai sanksi, baik sanksi yang berkaitan dengan administrasi maupun keperdataan agar kewibawaan Negara dapat terjaga.

Kamis, 13 November 2014

Kasus Pelanggaran Etika Bisnis Antara Telkomsel dan Xl

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Salah satu contoh problem etika bisnis yang marak pada tahun kemarin adalah perang provider celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Dalam iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama. Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis Oleh Oreo PT.Nabisco

Dijilat,diputer,lalu dicelupin. Itulah sepenggalan kata yang selalu masyarakat dengar dari salah satu perusahaan biskuit ternama, Kraft Indonesia, Oreo sekitar beberapa tahun lalu. Dengan yel-yel yang mudah dicerna seperti kasus di atas, sangat melekat kepada anak-anak. Segmentasi PT.Nabisco pun tepat dalam mengeluarkan produk biskiut coklat berlapiskan susu ini,terlebih anak-anak yang menimbulkan kekhawatiran orangtua yang diisukannya biskuit oreo ini yang merupakan biskuit favorit anak-anak yang mengandung bahan melamin. Hal ini cukup berlangsung lama di dunia perbisnisan, sehingga tingkat penjualan menurun drastis. BPOM dan dinas kesehatan mengatakan bahwa oreo produksi luar negri mengandung melamin dan tidak layak untuk dikonsumsi karna berbahaya bagi kesehatan maka harus ditarik dari peredarannya. Pembersihan nama oreo pun sebagai biskuit berbahaya cukup menguras tenaga bagi public relation PT. Nabisco. Kutipan BPOM, “Yang ditarik BPOM hanya produk yang berasal dari luar negeri dan bukan produksi dalam negeri. Untuk membedakannya lihat kode di kemasan produk tersebut.Kode MD = produksi dalam negeri,aman dikonsumsi.Sedangkan ML = produksi luar negeri.” Gonjang-ganjing susu yang mengandung melamin akhirnya merembet juga ke Indonesia. BPOM telah mengeluarkan pelarangan terhadap peredaran 28 produk yang dicurigai menggunakan bahan baku susu bermelamin dari Cina,diantaranya yang akrab di telinga kita antara lain : Oreo sandwich cokelat/wafer stick dan M & M’s. Maaf kalau mengecewakan para penggemar Oreo tapi ini kenyataan dan bukan hoaks. Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi. Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besar pun berani untuk mengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus Oreo sengaja menambahkan zat melamin padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut dapat menimbulkan kanker hati dan lambung. Pelanggaran Undang-undang Jika dilihat menurut UUD, PT Nabisco sudah melanggar beberapa pasal, yaitu : Pasal 4, hak konsumen adalah : Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”. PT. Nabisco tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka. Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi Oreo. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah : Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan” Pasal 8 Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan” Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran” PT Nabisco tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk Oreo tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya, produk Oreo tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya. Pasal 19 : Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan” Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi” Menurut pasal tersebut, PT Nabisco harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen. Tanggapan : PT. Nabisco sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran. Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Nabisco yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu. Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri. Sumber : http://efawahyuni.blogspot.com/2013/11/etika-bisnis-dan-pelanggarannya.html